Berdasarkan World Giving Index oleh Charities Aid Foundation pada Oktober 2018, Indonesia menempati posisi pertama dengan skor 59 persen. Sebanyak 46 persen masyarakat Indonesia mau menolong orang asing, 78 persen senang mendonasikan uang, dan 53 persen bersedia melungkan waktu untuk menjadi sukarelawan.
Dalam riset yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), total potensi dari wakaf uang di Indonesia pada akhir tahun 2018 lalu sudah mencapai Rp77 triliun. Kendati bernilai jumbo, dari jumlah tersebut hanya sekitar Rp200 miliar yang berhasil dikumpulkan.
Selaku Komisioner Badan Wakaf Indonesia, Imam Nur Azis berada di garis depan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama Muslim, mengenai betapa besar potensi dan nilai manfaat wakaf bagi kepentingan bangsa. Dia aktif tampil sebagai pembicara yang mengampanyekan wakaf di forum nasional dan internasional.
Belum lama dia jadi salah satu pembicara dalam Seventh Global Wakaf Conference di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan soal Lima C untuk Strategi Wakaf. “Pertama, C untuk Campaign, maksudnya meningkatkan literasi masyarakat tentang wakaf. Terus terang saat ini literasi masyarakat Indonesia tentang wakaf masih rendah,” tutur Imam kala ditemui IABA di Jakarta belum lama ini.

“Kedua, C berikutnya adalah create, maksudnya kita kreatif untuk menjadikan wakaf tersebut jadi produktif. Misalnya, membuat cash wakaf untuk beli sukuk atau obligasi negara, wakaf parfum, wakaf saham dan sebagainya. Jadi manfaatnya yang diwakafkan. Ketiga, Convert atau konversi, artinya yang belum wakaf dijadikan wakaf dan wakaf yang belum produktif dibuat produktif.”
“Keempat, Competence atau kompetensi, artinya seorang nazir harus memahami ilmu manajemen, manajemen risiko, dan tahu bagaimana mengelola aset. Seorang nazir mesti mempunyai sertifikasi yang dikeluarkan oleh Badan Wakaf Indonesia. Kelima, Compliance, artinya wakaf itu mesti mengikuti aturan atau undang-undang yang ditetapkan oleh negata,” cetus pria lulusan S2 di University of Leeds ini.

Non Muslim Bisa Partisipasi
Menurutnya, Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam undang-undang ini dikatakan bahwa Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang mewakafkan harta benda miliknya) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
“Berdasarkan undang-undang, wakif atau pendonor tak semata umat Islam, umat non Muslim juga dapat menjadi wakif. Bahkan penerima manfaat dari wakaf tak semata umat Islam, tapi umat non Muslim pun bisa menerima manfaat dari wakaf. Dana yang terhimpun bisa digunakan pendidikan. Contoh, Universitas Al Azhar dibiayai dengan wakaf, peningkatan kesejahteraan rakyat, bahkan bisa dipakai untuk membiayai penelitian untuk menemukan vaksin corona,” ucap Imam.
Dalam Pasal 49 Ayat 1 Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut, melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Kedua, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional.
Ketiga, memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf. Keempat, memberhentikan dan mengganti nazhir. Kelima, memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. Keenam, memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

Dalam wakaf atau endowment fund ini ada empat hal utama. Pertama, wakif atau pendonor, siapapun bisa menjadi wakif termasuk non Muslim. Kedua, nazhir merupakan pengelola dana wakaf atau manajer investasi. Ketiga, sesuatu yang diwakafkan, bisa berupa uang, saham, benda bergerak dan tidak bergerak dan sebagainya. Keempat adalah penerima manfaat dari wakaf.
Nilai Komersial dan Sosial
Imam berpandangan bahwa dalam wakaf ada nilai komersial dan sosial. Tak boleh wakaf itu hanya bersifat sosial semata. Dalam wakaf, modal atau kapital (dana wakaf) dikelola untuk produktif dan hasilnya diberikan kepada masyarakat. Berbeda dengan zakat dan infaq yang langsung diberikan semuanya karena mesti habis segera. Berdasarkan undang-undang, pengelola dana wakaf bisa diberikan 10 persen dari hasil pengelolaan dana wakaf dan bukan dari modal atau kapital.
“Kebahagiaan itu adalah ketika kita melakukan hal-hal yang baik dan hidup yang baik. Di atas itu, saat kita membuat hidup kita jadi berarti atau meaningful. Wakaf ini adalah bagian dari meaningful life karena kita memberikan manfaat kepada sesama baik secara sosial maupun komersial,” ujar ayah dari delapan anak tersebut.
Ia menyatakan, dalam Hadith telah disebutkan, saat manusia wafat maka ada tiga hal yang diperhitungkan, petama adalah shodaqoh jariyah. Semua ulama bersepakat bahwa shodaqoh jariyah itu adalah wakaf. Jadi wakaf adalah investasi. Bicara investasi, kita bicara ekonomi. Dalam wakaf, kita mengelola modal (dana wakafnya) jadi produktif dan hasil pengelolaan itu dibagikan. Semua persoalan bangsa ini adalah persoalan ekonomi, jadi harus diselesaikan.
Kedua, ilmu yang bermanfaat. Tak semata ilmu akhirat, juga semua ilmu yang memberi manfaat pada kehidupan manusia. Bicara ilmu sudah pasti terkait dengan pendidikan atau edukasi. Hal ini juga menjadi masalah bagi semua bangsa. Ketiga, anak sholeh dan sholeha yang mendoakan orangtuanya.


“Sebenarnya, bukan anaknya itu, tapi kesholehan ini yakni persoalan sumber daya manusia (SDM). Semua bangsa menghadapi ketiga persoalan ini yakni ekonomi, pendidikan, dan sumber daya manusia. Wakaf merupakan salah satu solusi untuk mengentaskan ketiga persoalan ini sekaligus membuat hidup kita jadi berarti.”
“Potensi Wakaf di Indonesia luar biasa, tapi tahapnya baru seperti orang bangun tidur. Selama ini wakaf baru berkisar untuk masjid, madrasah, dan makam. Padahal wakaf bisa dijadikan lebih produktif atau money make money. Lagipula wakaf tidak dapat dibagikan kepada msayarakat bila tak ada profit atau keuntungannya. Misalnya, saya berwakaf uang Rp1 miliar maka jumlahnya tidak boleh berkurang. Uang itu mesti diinvestasikan atau diproduktifkan lewat suatu usaha dimana bisa meghasilkan profit sehingga dapat diberikan kepada masyarakat,” papar Imam mantap.
Imam Nur Azis bersama beberapa rekannya telah membuat usaha parfum yang diberi merek Parfum GWE yang sudah dijalankan sejak tahun 2012. Setelah lima tahun baru mereka mengakuisisi, ceritanya ada wakif berwakaf uang maka diakuisisi perusahaan tersebut. Lantas, wakif itu mewakafkan sahamnya. Keuntungan atau profit dari usaha parfum ini diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Keuntungan perusahaan memang ditujukan untuk sosial.
“Usaha parfum ini merupakan contoh wakaf produktif dan melibatkan generasi milenial. BWI harus naikkan wakaf agar bisa diterima oleh generasi mereka atau wakaf harus dimilenialisasikan. Wakaf dijadikan gaya hidup generasi milenial. Oleh sebab itu, kami sedang susun konsep Wakaf Blockchain, dimana wakif hingga penerima manfaat wakafnya bisa dilacak secara digital, melibatkan teknologi dan generasi milenial. Salah satunya, lewat usaha Parfum GWE,” unkap Imam.
Dia juga menerangkan tentang keistimewaan Parfum GWE jika dibandingkan produk parfum lainnya, yakni parfum dibuat berdasarkan pesanan konsumen sehingga tiap orang-orang punya parfumnya sendiri dengan karakternya masing-masing. Ada algoritma dan aplikasi hasil kreasi R. Tubagus Wijaya (CEO Parfum GWE) yang digunakan untuk menentukan karakter serta formula parfum yang tepat untuk tiap konsumen yang memesan.
“Konsumen mesti mengunduh dulu apps Parfum GWE di Play Store. Lalu kita bisa menemukan karakter yang pas dengan mengisi identitas nama, tanggal lahir, dan tipe golongan darah. Berdasarkan data itu maka dapat dibua formula parfum yang tepat untuk konsumen tersebut sehingga Parfum GWE benar-benar bersifat individual. Dalam lima tahun terakhir, Parfum GWE sudah terjual sebanyak 1 juta botol dan selama ini belum ada orang yang mengeluhkan tentang produk ini,” pungkas Imam.
