Blockchain Wakaf untuk Akselerasi Ekonomi Ummat

Hingga kini, data mengenai wakaf di Indonesia masih tersegregasi (terpisah-pisah) akibat belum maksimalnya pemanfaatan teknologi informasi. Birokrasi yang masih kurang efisien juga disinyalir menjadi penghambat.

Lalu teknis administrasi wakaf tidak mudah diakses dalam satu pintu. Padahal dari perspektif ekonomi, pengelolaan wakaf yang lebih modern akan dapat membantu pemulihan serta pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena wakaf bisa menghadirkan low-cost economy sekaligus meningkatkan kesejahteraan umat

Digitalisasi

Percepatan aliran informasi wakaf amat penting untuk menjadi titik temu antara lokasi surplus dan defisit.  Interaksi berbagai elemen penting ekonomi umat sangat terbantu dengan adanya dukungan teknologi. Karena itu, pemanfaatan teknologi digital yang terintegrasi untuk pengelolaan data wakaf secara nasional amat mendesak.

Sebelum pandemi, Indonesia selalu mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Namun pandemi menurunkan ekonomi dengan signifikan, sehingga World Bank pada Juli 2021 mengukuhkan Indonesia menjadi lower middle-income country.

Sejalan dengan meredanya dampak pandemi, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 pun bergerak ke atas 5% lagi. Bisa jadi world bank akan mengukuhkan kembali Indonesia masuk ke jajaran upper-middle-income countries.

Sayangnya geliat ekonomi yang tinggi sering diikuti dengan ancaman inflasi yang tinggi dan tidak stabil.  Inflasi dapat disebabkan oleh suplai yang rendah sehingga tidak mampu menyeimbangi kuatnya permintaan. Atau disebabkan oleh kenaikan biaya operasional sehingga harga barang-barang naik secara drastis. Ekonomi umat berbasis wakaf yang didukung dengan digitalisasi diharapkan dapat memitigasi atas memburuknya tekanan inflasi dengan adanya efisiensi.

Saat ini, Pemerintah tengah gencar menyuarakan digitalisasi dalam perwakafan. Salah satu upaya yang patut mendapatkan sorotan adalah penggunaan teknologi blockchain.

Teknologi blockchain  mendukung hadirnya transparansi, perlindungan maupun konsistensi data yang tinggi agar dapat menghindari manipulasi, sekaligus dapat meningkatkan efisiensi. Empat basis aktivitas utama dalam teknologi blockchain yaitu menyimpan, memvalidasi, menghubungkan, serta membagikan data yang tidak dapat lagi diubah secara manual oleh siapapun, kecuali berdasarkan konsensus. Berbagai potensi ini dapat membantu pengelolaan wakaf, salah satunya mendukung peningkatan profesionalisme Nazir di seluruh nusantara.

Potensi Besar

Menurut data Badan Wakaf Indonesia (BWI), pada tahun 2021 ada 450 ribu nazhir individu. Sementara untuk nazhir wakaf uang berbentuk lembaga yang resmi terdaftar di BWI per 31 Oktober 2021 baru berjumlah 303.

Pada akhir Desember 2022, dari 21 kali penyelenggaraan sertifikasi yang dilakukan oleh BWI, jumlah nazhir yang tersertifikasi baru 1.577-an orang. Dengan hitungan sederhana- tanpa adanya digitalisasi- Indonesia membutuhkan 300 tahun untuk bisa menghasilkan 1.500 orang nazir yang kompeten setiap tahunnya.

yang konsisten, niscaya akan menguatkan rantai kepercayaan (trust) di tengah masyarakat. Nazhir seperti ini akan mampu menyentuh area literasi beserta edukasi wakaf kepada 100 juta angkatan milenial, penerus umat Islam di masa depan.

Potensi wakaf uang di Indonesia yang diestimasi sebesar Rp 180 triliun per tahun, niscaya bisa tercapai. Ratusan ribu harta wakaf berupa tanah, bangunan maupun aset tidak bergerak lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia, juga akan dapat teridentifikasi, tersimpan, dan terakses dengan bantuan teknologi yang lengkap sejak hulu hingga hilir.

Daftar nazhir wakaf uang akan dilengkapi dengan data nominal wakaf uang yang mereka terima, kelola, dan salurkan, serta juga akan menyampaikan laporannya kepada publik. Semua ini ada di dalam satu platform data perwakafan di Indonesia berbasis blockchain.

Dengan adanya jaminan transparansi, keamanan, efisiensi, serta efektifitas yang tinggi, maka semakin banyak yang tertarik untuk berpartisipasi bersama di dalam mengelola ekonomi umat berbasiskan wakaf. Lima faktor produksi menurut para ahli ekonomi kontemporer akan terkelola dengan lebih baik, yaitu:

Pertama, unsur tenaga kerja, yaitu nazhir dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan wakaf.

Kedua, unsur  modal, yaitu wakaf uang produktif dan hasil pengelolaannya.

Ketiga, unsur sumber daya fisik, yaitu harta wakaf yang harus dijaga keberlangsungannya, didukung berbagai infrastruktur untuk pengembangannya.

Keempat, unsur kewirausahaan, yaitu profesionalisme dan kapasitas usaha para nazhir.

kelima, sumber daya informasi, yaitu dukungan teknologi informasi dan digitalisasi menggunakan blockchain.

Interaksi yang optimal antara kelimanya akan kian membuka kapiler wakaf untuk menghidupkan dan menggeliatkan ekonomi umat. Sehingga sumber dana wakaf meningkat, pengelolaan wakaf kian profesional, serta distribusi manfaat semakin luas dan merata. Pada gilirannya, pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, serta pembangunan yang berkelanjutan (sustainable goals) bisa terwujud dan semakin nyata di depan mata. (Tulisan sudah tayang di majalah Hidayatullah 2/2023, Penulis: Rindawati Maulina dan Imam Nur Azis)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this:
search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close